Bisnis.com, JAKARTA -- Mantan Menkopolhukam RI Mahfud MD menilai putusan pencabutan ketetapan (TAP) MPR RI terkait Presiden ke-1 Soekarno, Presiden ke-2 Soeharto, hingga Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tidak memiliki nilai hukum.
Sebelumnya, sejumlah ketetapan yang dicabut MPR yakni No.XXXIII/MPRS/1967 terkait Presiden ke-1 RI Soekarno dan TAP MPR nomor II/MPR/2001 terkait Presiden ke-4 Gus Dur.
Selain itu, MPR juga telah memutuskan untuk menghapus Presiden ke-2 RI, Soeharto, resmi dihapus TAP MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
"Pertama begini, bagi saya itu apa yang dibuat MPR itu tidak punya nilai hukum sama sekali. Karena itu bentuknya hanya surat," ujarnya di YouTube Abraham Samad Speak Up, dikutip Senin (7/10/2024).
Guru Besar di Fakultas Hukum UII itu menjelaskan alasan keputusan MPR mencabut TAP MPR itu tidak bernilai hukum lantaran saat ini MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi RI.
"Sehingga MPR tidak boleh membuat TAP baru atau mencabut TAP lama. Nggak boleh sejak itu. Karena TAP itu harus cabut dengan TAP, dan TAP itu harus oleh MPR sebagai lembaga tertinggi. Sejak 2022 tidak. Tidak lembaga tertinggi," tambahnya.
Baca Juga
Adapun, keputusan yang dikeluarkan MPR untuk Soekarno hingga Gus Dur itu merupakan surat biasa. Namun, keputusan MPR itu telah membuat kasus korupsi, kolusi dan nepotisme yang menjerar Soeharto telah gugur.
"TAP yang tidak boleh dicabut. Sehingga surat MPR kepada keluarga Pak Soeharto itu hanya menyatakan kasus [korupsi, korupsi dan nepotisme] untuk pribadi Soeharto sudah selesai. Kenapa? Karena ya sudah meninggal," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Nama Presiden ke-2 RI Soeharto resmi dihapus dari Ketetapan (TAP) MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Penghapusan tersebut resmi berlaku dalam agenda Silahturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR RI bersama Keluarga Presiden Soeharto di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Sabtu (28/9/2024).
Acara tersebut dihadiri oleh beberapa anggota keluarga Soeharto seperti Siti Hardijanti Hastuti Rukmana atau Tutut Soeharto, Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto, serta Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, dan Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas.